Kamis, 07 April 2016

SKIZOFRENIA




BAB I
SKIZOFRENIA
A. GAMBARAN UMUM SKIZOFRENIA

Skizofrenia adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu “schizen” dan “phrenia”. Kata schizen berarti terpisah atau pecah sedangkan kata phrenia berarti jiwa. Arti dari kata-kata tersebut menjelaskan tentang karakteristik utama dari gangguan skizofrenia, yaitu adanya pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku orang yang mengalaminya.
Gangguan skizofrenia sebenarnya telah dibicarakan sejak ratusan tahun yang lalu. Beberapa tokoh yang dianggap memberikan sumbangan penting antara lain Emil Kraepelin dan Eugen Bleuler. Emil kraepelin (1856-1926) mula-mula menyebut gangguan semacam ini sebagai  dementia precox . Istilah ini menekankan pada proses kognitif tertentu (demensia) dan onset pada masa awal (precox). Pasien dengan gangguan ini digambarkan memiliki deteriorasi jangka panjang serta gejala klinis umum berupa halusinasi dan delusi. Istilah skizofrenia sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939). Menurut bleuler, orang yang mengalami skizofrenia tidak harus mengalami deteriorasi. Selain itu, bleuler juga mengidentifikasi Bleuler simtom dasar dari skizofrenia, yang dikenal sebagai 4A: Asosiasi, Afek, Autisme, dan ambivalensi.

B. TEORI – TEORI TENTANG SKIZOFRENIA  (ETIOLOGI)

            Berikut ini adalah beberapa teori tentang etiologi dari gangguan skizofrenia:
1.   Model Diatesis Stress
Teori ini mengintegrasikan faktor biologis, psikososial, dan lingkungan. Beranggapan seseorang mungkin memiliki kerentanan spesifik (diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stress, akan memungkinkan berkembangnya simtom skizofrenia.
2.   Sudut Pandang Biologis
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai saat ini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya simtom skizofrenia.

3.   Keturunan
Dapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang juga menentukan timbulnya skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8% ; bagi saudara kandung 7-15% ; bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16% ; bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68% ; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15% ; bagi kembar satu telur (monozigot) 61-68%. Tetapi pengaruh keturunan tidak sederhana seperti hukum-hukum Mendel. Potensi untuk untuk mendapatkan skizofrenia diturunkan melalui gene yang resesif, potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah. Selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu, apakah akan terjadi skizofrenia atau tidak.
4.   Endokrin
Dahulu diperkirakan skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan berhubungan dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan dan waktu klimakterium. Namun hal ini tidak dapat dibuktikan.
5.   Metabolisme
     Ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh suatu gangguan metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat. Nafsu makan berkurang dan berat badan menurun, namun hipotesa ini tidak dibenarkan oleh banyak sarjana.
6.  Susunan saraf pusat
     Ada yang mencari penyebab skizofrenia kearah kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau korteks otak.
7. Teori Adolf Mayor
     Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah, sebab dari dahulu hingga sekarang para sarjana tidak dapat menemukan kelainan patologis-anatomis atau fisiologis yang khas pada susunan saraf. Menurut mayer skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi. Karena itu timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan.



8. Teori Sigmund Freud
     Bila kita memakai formula freud maka pada skizofrenia terdapat:
*      kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab. psikogenik ataupun somatik.
*      superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme.
*      kehilangan kapasitas untuk pemindahan sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
9.  Eugen Bleuler
      Ia berpendapat bahwa pada skizofrenia tidak terdapat demensia, tetapi keinginan dan pikiran berlawanan, terdapat suatu disharmonisasi.
10. Teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat Disebabkan oleh berbagai hal, antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosa otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
11. Teori yang berpendapat bahwa skizofrenia suatu gangguan psikosomatik, Gejala-gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar yang psikogenik, atau manifestasisomatik dari gangguan psikogenik.

C.   KRITERIA DIAGNOSTIK
           
            Menurut DSM IV (Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorder), terdapat 6 hal yang harus diperhatikan, antara lain kriteria A sampai F.
Kriteria A :      Harus mencakup 2 atau lebih simtom yang disebutkan, atau 1 simtom jika halusinasi atau delusi sangat menonjol, setidaknya dalam waktu 1 bulan.
Kriteria B   :       Adanya disfungsi sosial atau pekerjaan.
Kriteria C  :       Durasinya 6 bulan atau lebih.
Kriteria D  :      Gangguan bukan termasuk gangguan psikoafektif maupun gangguan mood.
Kriteria E :        Bukan karena penyalahgunaan zat / obat atau kondisi medis tertentu.
Kriteria F  :         Memperhatikan ada tidaknya gangguan perkembangan pervasive.


D.  SYMPTOM  - SYMPTOM
             Davison dan Neale menyatakan bahwa secara umum karakteristik simtom skizofrenia dapat digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu :
a.      Simtom Positif
Adalah tanda-tanda yang berlebihan, yang biasanya pada orang kebanyakan tidak ada, namun pada pasien skizofrenia justru muncul. Yang termasuk dalam simtom positif antara lain delusi/waham dan halusinasi. Delusi adalah keyakinan yang keliru, yang tetap dipertahankan sekalipun dihadapkan dengan cukup bukti tantang kekeliruannya, dan tidak serasi dengan latar belakang pendidikan dan sosial budaya orang yang bersangkutan. Sedangkan Halusinasi adalah pengahayatan yang dialami melalui panca indra, dan terjadi tanpa adanya stimulus eksternal. Dalam hal hal ini halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana pada ilusi yang terjadi adalah kesalahan dalam mempersepsi stimulus yang nyata.

b.      Simtom Negatif
Adalah simtom yang defisit, yaitu perilaku yang seharusnya dimiliki orang normal, namun tidak dimunculkan oleh pasien. Yang termasuk dalam simtom ini adalah avolition/apathy, alogia, anhedonia, abulia, asosialitas, afek datar, dll.

c.       Simtom Lainnya
Kategori ini adalah disorganisasi, antara lain perilaku yang aneh. Misalnya “katatonia” dimana pasien menampilkan perilaku tertentu berulang-ulang, menampilkan pose tubuh yang aneh, dll. Atau “waxy flexibility” dimana orang lain dapat memutar atau membentuk posisi tertentu dari anggota badan pasien, yang akan dipertahankan untuk waktu yang lama. Juga terdapat disorganisasi pembicaraan, yaitu masalah dalam mengorganisasi ide dan pembicaraan sehingga orang lain mengerti . Misalnya inkoherensi, dll.







E.  GEJALA-GEJALA SKIZOFRENIA

            Gejala-gejala menurut Bleuler dibagi menjadi 2 kelompok:
      I.  Gejala-gejala primer
      1.  Gangguan proses pikiran
            Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang yang terganggu terutama ialah asosiasi. kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain. Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, atau terdapat “Clang association” karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan yang tertentu. Semua ini menyebabkan bahwa jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti, hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokan dan hal ini menambah inkoherensinya. Seseorang dengan skizofrenia juga mempunyai kecenderungan untuk menyamakan hal-hal. Kadang-kadang pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan “bloking”, biasanya berlangsung beberapa detik saja, namun terkadang hal ini berlangsung sampai beberapa hari. Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir, timbul ide-id yang tidak dikehendaki. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan perseverasi atau stereotipi pikiran.

      2.  Gangguan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia dapat berupa :
- kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting). Misalnya pasien menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri, perasaan halus sudah hilang.
- parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, para penderita imbul rasa sedih atau marah.
- paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.
- kadang-kadang emosi dan afek serta expresinya tidak mempunyai kesatuan. Umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tapi mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia.
- emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat. Penderita terlihat sedang bermain sandiwara.
- yang penting juga pada skizofrenia ialah hilangnya kemampuannya untuk mengadakan hubungan emosi yang baik. Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita.
- Karena terpecah-belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama. Misalnya mencintai dan membenci satu orang yang sama atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama.

      3.   Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan. Kadang-kadang penderita melamun berhasi-hari lamanya, bahkan berbulan-bulan. Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik. Adapula negativisme yaitu sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan. Juga ambivalensi kemauan yaitu menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.

      4.  Otisme
Penderita merasa kemauannya dipengaruhi orang lain atau oleh tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis. Namun penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar, ia seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri, tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya.







      II.  Gejala-gejala sekunder
      1.  Waham
Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan sangat besar. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan. Mayer-Gross membagi waham dalam 2 kelompok, yaitu waham primer dan waham sekunder. Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Waham sekunder biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain.

      2.   Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi muncul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia ialah halusinasi pendengaran (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citarasa (gustatorik) atau haluisnasi singgungan (taktil). Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizifrenia, lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik. Bila terdapat biasanya pada stadium permulaan.

      3.  Gejala katatonik atau gangguan psikomotorik lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku. Penderita dalam keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bahkan bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang sudah menahun. Mungkin penderita mutistik, mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia berbicara. Mungkin juga karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali sehingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi. Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus bergerak saja dan sangat gelisah. Bila penderita terus bicara saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan atau membuat kata yang baru. Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi. Misalnya menarik-narik rambutnya. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi. Hal ini sering juga terdapat pada gangguan otak organik. Manerimisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk raut wajahnya atau keanehan berjalan dan gaya.

F.  JENIS-JENIS SKIZOFRENIA

Pembagian skizofrenia menurut kraepelin menjadi beberapa jenis, masih dipakai hingga sekarang. Penderita digolongkan kedalam salah satu jenis menurut gejala utama yang ada padanya. Pembagiannya adalah sebagai berikut :
1.      Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali didapati. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya dan mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi penganggur, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur atau penjahat.

2.  Jenis hebefrenik (skizofrenia hebefrenik atau hebefrenia)
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah : gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada hebefrenia. Waham dan halusinasi banyak sekali.




3.      Jenis katatonik (skizofrenia katatonik atau katatonia)
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
a.   Stupor katatonik : pada stupor katatonik penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya dan emosinya sangat dangkal. Gejala yang penting ialah gejala psikomotor seperti :
*      mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup
*      muka tanpa mimic, seperti topeng.
*      -stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari, bahkan kadang-kadang sampai beberapa bulan.
*      bila diganti posisinya penderita menentang : negativisme.
*      makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul didalam mulut dan meleleh keluar, air seni dan feses ditahan.
*      terdapat grimas dan katalepsi.
Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak.

b. Gaduh-gelisah katatonik : terdapat hiperaktivitas motorik, tetapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Penderita terus berbicara atau bergerak saja. Ia menunjukkan stereotipi, manerisme, grimas dan neologisme. Ia tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin terjadi dehidrasi atau kolaps dan kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih bila terdapat juga penyakit badaniah: jantung, paru-paru, dan sebagainya). Seorang pasien yang mulai membaik dari skizofrenia jenis gaduh-gelisah katatonik berulang-ulang minta dipulangkan dari rumah sakit. Pikiran ini diutarakannya melalui berbagai macam cara sehingga sudah merupakan perseverasi.

4.   Jenis paranoid
Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya penyakit. Hebefrenia dan katatonia sering lama-kelamaan menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simpleks, atau gejala-gejala hebefrenia dan katatonia bercampuran. Tidak demikian halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstant. Gejala-gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi dan kemauan.jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan schizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain.

5.  Episoda Skizofrenia Akut
Gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai arti yang khusus baginya (disebut keadaan oneiroid). Prognosanya baik, dalam waktu beberapa minggu atau biasanya kurang dari 6 bulan penderita sudah baik. Kadang-kadang bila kesadaran yang berkabut tadi hilang, maka timbul gejala-gejala salah satu jenis skizofrenia yang khas.

6.  Skizofrenia Residual
Skizofrenia jenis ini adalah keadaan skizofrenia dengan gejala-gejala primernya bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.

7. Jenis skizo-afektif (skizofrenia skizo-afektif)
Disamping gejala-gejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga gejala-gejala depresi (skizo-depresi) atau gejala-gejala mania (skizo-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan.







BAB II
ANALISIS KASUS

  1. ILUSTRASI KASUS
Beberapa contoh kasus berikut ini sebagai ilustrasi yang sering dijumpai dan paling banyak berdasarkan pengalaman klinis dalam praktek sehari – hari. Ilustrasi kasus yang dimaksudkan adalah antara lain : episode akut Skizofrenia (Skizofrniform), Skizofrenia tipe Paranoid, Skizofrenia tipe Residual. Sebagaimana diketahui gangguan jiwa Skizofrenia termasuk dalam gangguan jiwa berat (Psikosis) yang ditandai oleh 2 hal yaitu daya nilai realitas (reality testing ability/RTA) tidak baik, dan daya nilai pemahaman diri (insight) buruk. Sedangkan criteria Skizofrenianya itu sendiri ditandai dengan terdapatnya gejala- gejala positif maupun negative, misalnya terdapat waham, halusinasi, kekacauan pikiran, kegaduh gelisahan, kecurigaan , penarikan diri dan alam perasaan yang miskin (tumpul/mendatar /tidak ekspresif)
1.      Episode Akut Skizofrenia
Penderita adalah seorang remaja laki – laki berusia 16 tahun, dibawa berobat oleh kedua orang tuanya yang menceritakan adanya kelainan pada diri anaknya. Selanjutnya dikemukakan bahwa kelainan itu mulai muncul secara tiba – tiba kira – kira tiga minggu yang lalu sepulangnya dari ujian Ebtanas. Penderita menunjukkan kegaduh – gelisahan, kebingungan, bicaranya kacau (melantur) disertai dengan gejolak emosional (marah – marah) dan bertindak agresif serta tidak dapat tidur.
Pada pemeriksaan psikiatrik penderita nampak tegang, kontak psikik tidak wajar (inadequate). Wawancara dengan dokter  (psikiater) “tidak nyambung” dalam arti apa yang ditanya tidak dijawab dengan semestinya (jawabannya menyimpang). Dibantu oleh keluarga yang mengantar pada penderita terdapat keluhan – keluhan seperti mendengar bisikan – bisikan suara ditelinganya (halusinasi), merasa ada “orang lain” yang masuk dalam tubuhnya dan mengajak berbicara (penderita sering berbicara sendiri) dan ada sesuatu perasaan yang mengendalikan dirinya. Kondisi kejiwaan pasien sebelum sakit tidak menunjukkan gejala – gejala kepribadin pramorbid.
Dari hasil pemeriksaan psikiatrik dapat disimpulkan bahwa stressor psikososial yang dialami penderita adalah masalah ulangan /ujian yang berturut – turut dialaminya yang menghabiskan energi kognitif dan mental emosional. Ulangan atau ujian yang dimaksud adalah ulangan umum, ulangan pra Ebta, dan puncaknya Ebtanas, sehingga penderita mengalami kelelahan fisik maupun mental (physical and mental exhaustion)yang pada gilirannya penderita mengalami gangguan jiwa (mental breakdown). Perjalanan penyakit lebih dari 2 minggu (kurang dari 6 bulan), secara klinis memenuhi kreiteria gangguan jiwa Skizofrenia, timbulnya penyakit sifat akut (mendadak); dan karenanya dapat digolongkan dalam gangguan episode akut Skizofrenia atau Skizofreniform.
Tetapi yang diberikan adalah psikofarmaka yang berkhasiat untuk positif Skizofrenia dan membuat penderita dapat tidur. Dalam kondisi seperti ini tekanan terapi utama pada terapi obat (psikofarmaka), sedangkan psikoterapi, psikoreligius terapi dan terapi psikososial diberikan kemudian sesudah fase kritis (akut) tadi dilampaui (setelah 2 minggu kemudian) . Setelah menjalani terapi selama 1 bulan, penderita dapat pulih kembali seperti sediakala dan melnjutkan sekolahnya.    

B. SYMPTOM - SYMPTOM
Adapun gejala – gejala yang sering timbul pada penderita Skizofrenia jenis ini, yaitu :
a.       Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
b.      Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan – akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan – akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya (disebut keadaan oneiroid).
c.       Tipe kelompok ini gambaran klinisnya cenderung untuk timbul dan hilang (resolution) secara segera (Akut).
d.      Prognosanya baik dalam waktu beberapa minggu atau biasanya kurang dari 6  bulan penderita sudah baik. 


2.      Skizofrenia Tipe Paranoid
Penderita adalah seorang laki – laki berumur 35 tahun sudah berkeluarga dan dikaruniai  seorang anak. Penderita dibawa berobat oleh isterinya dengan bujukan karena semula penderita tidak mau dibawa ke dokter (psikiater) karena merasa dirinya tidak gila. Sebelum dibawa berobat ke dokter oleh kedua orang tuanya penderita dibawa ke “orang pintar” (pengobatan alternative) namun setelah 3 bulan  “diobati” oleh “orang pintar” tersebut tidak membawa perubahan bahkan bertambah parah, akhirnya kedua orangtua penderita mengizinkan anaknya berobat ke dokter oleh isterinya. Penderita sudah  menderita sakit sejak 3 tahun yang lalu, perjalanan penyakitnya berjalan lamban sehingga pihak keluarga kurang menyadari adanya keanehan – keanehan pada diri penderita. Sehingga, akhirnya mencapai puncaknya penderita menunjukkan gejala – gejala antara lain : adanya keyakinan bahwa dirinya terancam karena diguna – guna orang, mendengar bisikan – bisikan ditelinganya yang berisi ancaman, merasa di kamarnya ada alat monitor dan perekam suara sehingga pikiran dan tingkah lakunya dapat di ketahui orang lain, dan dirinya merasa dikendalikan dari luar.
Pada pemeriksaan psikiatrik penderita menunjukkan ekspresi yang berubah – ubah suatu saat tegang, pada saat lain biasa saja dan terkadang tertawa dan bicara sendiri tanpa dapat dimengerti . Pada penderita ditemukan adanya wham kejaraan (delusion of persecution), keyakinan diguna – guna orang, keyakinan semua pikiran dan perilakunya dikendalikan dan dimonitor. Gejala – gejala atau keluhan – keluhan tersebut membuat penderita merasa cemas, ketakutan dan marah – marah tak menentu yang menunjukkan gejala – gejala positif  Skizofrenia. Dengan adanya waham kejaraan tersebut di atas, maka diagnosa penyakit penderita dapat digolongkan dalam gangguan jiwa Skizofrenia tipe Paranoid.
Terapi pada penderita dalam kondisi seperti tersebut di atas diutamakan pemakaian obat anti Skizofrenia (Psikofarma) yang dapat menghilangkan kegelisahan, waham dan halusinasi. Dalam waktu 3 minggu gejala – gejala tersebut secara bertahap hilang, dan setelah penderita menyadari bahwa dirinya sakit (daya nilai realitas dan pemahaman diri baik) barulah diberikan terapi lainnya sepeti psikoterapi, psikoreligius terapi, terapi psikososial, sehingga yang bersangkutan dapat pulih dan kembali bekerja setelah menjalani program terapi selama 3 bulan.

B. SYMPTOM - SYMPTOM
Adapun gejala – gejala yang sering timbul pada penderita Skizofrenia jenis Paranoid ini yaitu :
a.       Jenis ini sering mulai sesudah umur 30 tahun.
b.      Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain.
c.       Adanya waham – waham dan halusinasi yang terus berganti coraknya dan tidak teratur antara lain :
*      Suara – suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung atau bunyi tawa.
*      Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual atau lain – lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin  ada tapi jarang menonjol.
*      Waham dapat beupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar – kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.
d.      Adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek, emosi dan kemauan.
e.       Sering merasa iri hati, cemburu dan curiga.
f.       Umumnya emosinya beku, dan mereka sangat apatis.
g.      Pasien tampaknya lebih waras tidak sangat ganjil aneh jika dibandingkan dengan penderita Skizofrenia jenis lainnya. Akan tetapi pada umumnya bersikap sangat bermusuhan terhadap siapa pun juga.
h.      Merasa dirinya penting, dan sering sangat fanatik atau religius secara berlebih – lebihan sekali.




3.      Skizofrenia Tipe Residual
Penderita adalah seorang wanita berusia 35 tahun sudah berkeluarga dan memiliki 3 orang anak. Penderita di bawah ke dokter oleh suaminya dengan keluhan isterinya selama 5 tahun terakhir ini amat malas, apatik, acuh tak acuh, tidak mampu mengerjakan urusan rumah tangga, mengurus anak dan melayani suami. Suami penderita menceritakan bahwa pada awalnya sepulangnya dari ziarah ke makam orang tuanya diluar kota, penderita menunjukkan perilaku aneh seperti marah – marah tanpa alasan, kebingungan, merasa diguna – guna, ada suara  - suara bisikan di telinga, tidak dapat tidur, bicara kacau dan terkadang tersenyum dan tertawa sendiri.  Penderita dibawa oleh suaminya ke dukun untuk diobati, dan dikatakan oleh dukun bahwa dia diguna-gunai orang. Sebenarnya yang hendak diguna – guna adalah dirinya (suami), tetapi ternyata mengenai istrerinya. Menurut suami pertolongan oleh dukun itu hasilnya yaitu isteri tidak lagi menunjukkan gejala – gejala yang dapat digolongkan sebagai gejala – gejala positif Skizofrenia. Namun ternyata gejala – gejala yang timbul dalam 4 tahun terakhir ini seperti yang dikeluhkan oleh suami mengenai alasan membawa isterinya ke dokter atas nasehat tetangganya.
Pada pemeriksaan psikiatrik penderita tidak menunjukkan ekspresi yang wajar, alam perasaan tumpul dan mendatar serta tidak serasi (inappropriate). Ternyata penderita lebih suka menarik diri dari pergaulan sosial dan mengurung diri dalam kamar saja (withdrown), melamun (daydreaming), tersenyum dan tertawa sendiri, isi pikirannya tidak logis dan jalan pikirannya tidak menentu (melantur) serta tidak merawat diri (enggan mandi dan berdandan). Meskipun penderita tidak menunjukkan tingkah laku yang mengganggu seperti pada awal penyakitnya itu muncul (5 tahun yang lalu), tetapi kondisi penderita saat ini seperti yang dikeluhkan oleh suami, yaitu malas, apatis, acuh tak acuh, tidak merawat diri, tidak mau mengurus anak, rumah tangga dan suaminya. Dengan demikian pada penderita terdapat hendaya (impairment) yang nyata dalam fungsi peran sebagai isteri, ibu rumah tangga dan ibu dari anak – anaknya. Dari hasil pemeriksaan psikiatrik tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi penderita saat ini adalah gangguan jiwa Skizofrenia Tipe Residual.
Terapi psikiatrik yang diberikan diutamakan pada pemberian obat anti Skizofrenia (Psikofarma) yang berkhasiat menghilangkan gejala – gejala sisa Skizofrenia (Residual) sehingga penderita kembali menjadi aktif  dan peduli terhadap fungsinya sebagai isteri, ibu rumah tangga dan ibu dari anak – anaknya. Terapi yang diberikan memakan waktu relatif lama yaitu selama 3 bulan, selain obat diberikan juga psikoterapi, psikoreligius terapi dan psikososial.  

B. SYMPTOM - SYMPTOM
Adapun gejala – gejala yang sering timbul pada penderita Skizofrenia jenis ini, yaitu :
a.       Gejala “negative” dari Skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh, perawatan diri serta kinerja sosial yang buruk.
b.      Sedikitnya ada riwayat atau episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis Skizofrenia.
c.       Sedikitnya sudah melampui kurung waktu satu tahun dimana intensits dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negatif” dari Skizofrenia.
d.      Tidak terdapat dimensia atau penyakit gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disibilitas negative tersebut.      
4.      Skizofrenia Katatonik
Ishak adalah anak ke 4 dari 7 bersaudara dan merupakan satu – satunya anak laki-laki. Kehidupan keluarganya sangat berkecukupan di kota P. Ayahnya bekerja sebagai PNS dan memiliki figure yang fragmatis dan dekat pada dunia kesenangan. Sedangkan ibunya sangat menjunjung nilai – nilai keagamaan.
      Ketika ishak berusia 10 tahun, mereka pindah kekota J. keadaan keluarganya mulai menurun. Ayah Ishak tidak mendapat pekerjaan sehingga ibu Ishak yang menjadi tulang punggung keluarga. Konflik dalam keluarga Ishak mulai muncul, ayah dan ibu Ishak selalu terlibat dalam pertengkaran. Ishak sebenarnya menyayangi teman wanitanya, tetapi dia tidak yakin apakah teman wanitanya juga menyayanginya,. Itulah sebabnya, hubunganya selalu berakhir dengan singkat.
      Sejak kulaih, Ishak semakin tertarik dengan kekuatan gaib. Dia pernah memasang susuk di tengkuknya, untuk memperoleh kekuatan supranatural. Setelah di D.O, ia semakin suka membaca alkitab dan berpuasa untuk mendapatkan hal gaib. Sejak itu, tingkah laku dan cara bicaranya sulit dipahami. Namun keluarganya menganggap hal tersebut merupakan hal yang wajar.
      Dua tahun setelah di D.O, Ishak membantu ayahnya dikota M, untuk menyiapkan lahan membangun kafe. Dimalam hari, ia bekerja sangat keras. Menurut ayahnya keluarga Ishak sangat luar biasa, bahkan batu besarpun bisa digeser seorang diri. Ketika ditanya, bagaimana ia bisa memindahkan batu sebesar itu, Ishak menjawab “karena bantuan Tuhan”.
      Di rumah ia tidak mau mandi dan sering tidur di atas genteng. Ia memakan segala hal yang ada seperti kecoa, kabel, baut, mur dan menyimpan kotoranya di balik genteng. Pernah ia mendengar yang menyuruhnya untuk memakan kotorannya sendiri, tapi tidak dilakukannya. Ia sering berjalan tanpa arah dan sering kali membawa pulang sampah yang dianggap berharga dan mempunyai nilai religius.
Gambar : Seorang penderita dengan skizofrenia jenis substupor katatonik, yang menunjukkan gejala katalepsi

      Bicaranya semakin kacau, muncul waham dan halusinasi yang pada umumnya berbau keagamaan. Pada umumnya, ia mengakui dirinya sebagai perwujudan kekuatan ilahi, seperti malaikat, maha kuasa, dapat mewujudkan keinginan secara gaib, ia juga mengaku mendapat berbagai penglihatan dan pendengaran yang berasal dari ilahi.


                       
C.    PENDEKATAN – PENDEKATAN PSIKOLOGI TERHADAP SKIZOFRENIA
      1.   Pendekatan Psikoanalitik & Psikodinamika
a)      Pendekatan Psikoanalitik
       Freud (1942) beranggapan bahwa Skizofrenia  atau hasil dari fiksasi perkembangan dan merupakan konflik antar ego dan dunia luar sehingga ego kehilangan kemampuannya membedakan antara  realita dan yang bukan realita dan mempengaruhi kontrol terhadap dorongan dari dalam seperti agresi (Wirmihardja, 2005). Ego defect ini memberikan kontribusi terhadap munculnya symptom Skizofrenia (Fauzia & Widuri, 2005).

b)     Pendekatan Psikodinamika
Pandangan psikodinamika lebih memetingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus.
Susan Nolen – Hoeksema (2004) menyatakan bahwa berbagai stress keluarga dapat menyebabkan Skizofrenia. (Wirmihardja, 2005) 
Mengapa seseorang jatuh sakit  (Menderita Skizofrenia) sementara orang lain tidak secara umum dan sederhana kejadian tersebut dapat diterangkan dengan rumus :
                                                      I  +  S  =  R
Keterangan :
I =   Individu, yaitu seseorang yang sudah mempunyai bakat – bakat tertentu kepribadian yang rentan (vurnerable personality)  ataupun faktor genetik yang kesemuanya itu merupakan faktor predisposisi  yaitu kecendrungan untuk menjadi sakit.
S =  Situasi, yaitu suatu kondisi yang menjadi tekanan mental bagi individu yang bersangkutan misalnya stressor psikososial
R =  Reaksi, yaitu respon dari individu yang bersangkutan setelah mengalami situasi yang tidak mengenakkan (tekanan mental) sehingga ia mengalami frustasi yang pada gilirannya menjadi jatuh sakit.
Mekanisme terjadinya Skizofrenia pada diri seseorang dari sudut psikodinamik dapat diterangkan dengan dua buah teori ; yaitu teori homeostatic-deskriktif (Descriptive-homeostatic) dan fasilitatif etiologic (etiological facilitative).

Dalam teori homeostatic-deskriptif, diuraikan gambaran gejala – gejala  (deskripsi) dari suatu gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan (balance) atau homeostatic pada diri seseorang, sebelum dan sesudah terjadinya gangguan jiwa tersebut.
Sebagai contoh misalnya Eugen Bleurer (1911) menguraikan gejala – gejala Skizofrenia itu dalam 2 bagian yang disebut gejala primer dan sekunder. Selanjutnya dicoba menjelaskan mengapa dan bagaimana gejala – gejala Skizofrenia itu bisa muncul di dalam suatu system homeostatic. Contoh lain misalnya apa yang dikemukakan oleh Sigmund Freud (1923), yang menyatakan bahwa gangguan jiwa paranoid merupakan jelmaan dari proyeksi laten dan pembalikan dari dorongan – dorongan homoseksual.
Dalam teori fasilitatif-etiologik, diuraikan faktor – faktor yang memudahkan (fasilitasi) penyebab (etiologi) suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan penyakitnya dan menjelaskan mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan. Sebagai contoh  misalnya menurut Melanie Klein (1926), bahwa skizofrenia muncul karena terjadi fiksasi pada fase paranoid schizoid pada perkembangan awal masa bayi. Teori lain menyatakan bahwa pada penderita Skizofrenia memang sudah terdapat faktor psikogenik sebelumnya.
Selanjutnya menurut teori Freud suatu gangguan jiwa muncul akibat terjadinya konflik internal (dunia dalam) pada diri seseorang yang tidak dapat beradaptasi dengan dunia luar. Sebagaimana diketahui bahwa pada setiap diri terdapat 3 unsur psikologik yaitu yang dinamakan dengan istilah Id, Ego, dan Super-Ego. Menurut teori Freud ini Id dalah bahagian dari jiwa seseorng berupa dorongn atau nafsu yang sudah ada sejak manusia dilahirkan yang memerlukan pemenuhan dan pemuasan segera. Unsur Id ini sifatnya vital sebagai suatu mekanisme pertahanan diri, sebagai contoh misalnya dorongan atau nafsu makan, minum, seksual, agresivitas dan sejenisnya. Unsur Super Ego sifatnya sebagai “badan penyesor”, memiliki nilai – nilai moral etika yang membedakan mana yang boleh mana yang tidak, mana yang baik mana yang buruk, mana yang halal mana yang haram dan sejenisnya; atau dengan kata lain merupakan “hati nurani” manusia. Sedangkan unsur Ego merupakan “badan pelaksana” yang menjalankan kebutuhan Id setelah “disensor” dahulu oleh Super Ego.
  


            2. Pendekatan Behavioristik
            Ahli behaviorisme menjelaskan symptom – symptom Skizofrenia sebagai sesuatu yang dibangun atau dikembangkan melalui operang conditioning. Kebanyakan Skizofrenia disebabkan ketika masa kanak – kanaknya, mereka belajar dari model yang buruk seperti mengimitasi orang tua dengan masalah emosionl yang signifikan (Fauziah & Widuri, 2005)  Orang – orang Skizofrenia umumnya tidak dapat melakukan tindakan – tindakan adaptif dalam merespon stimulus sosial karena pengasuhan yang tidak kuat atau lingkungan yang secara ekstrim tidak lazim. (Wiramihrdja, 2005).
            Teori behaviorisme mengenai bagaimana Skizofrenia berkembang belum teruji dan belum dapat diterima. Namun teknik – teknik behaviorisme dapat membantu orang – orang Skizofrenia untuk mempelajari lebih banyak cara – cara yang secara sosial dapat diterima & berinteraksi dengan orang lain.

            3. Pendekatan Kognitif
            Ahli Kognitif berpendapat bahwa symptom – symptom seperti delusi dibangun oleh orang skizofrenia untuk menjelaskan persepsi dan pengalaman aneh yang timbul akibat terjadinya penurunan (deficit) secara fundamental dalam persepsi dan atensi orang Skizofrenia tersebut. Sebagai contoh, seseorang yang mendengar suara – suara aneh mengkomunikasikan hal ini kepada anggota keluarganya. Anggota keluarganya mungkin tidak percaya sehingga menjauhinya. Akhirnya orang dengan Skizofrenia tersebut menjadi percaya bahwa kekuatan asing telah berkonspirasi bersama anggota keluarganya melawan dia dan lahirlah system kepercayaan yang benar – benar paranoid pada dirinya. (Wiramihardja, 2005)
 
4.      Pendekatan Humanistik
Ahli humanistik berpendapat bahwa skizofernia muncul akibat dari konsep tentang self yang terganggu. Jika seseorang ingin mempertahankan self –esteem tetapi tidak berjalan sesuai dengan lingkungannya, ia akan mengembangkan self – concept atau pandangan tentang diri mereka yang terdistorsi dan menjadi orang  asing bagi diri yang sesungguhnya. Di bawah kondisi seperti ini, seseorang tidak dapat mempersepsikan nilai – nilai tahu bakat – bakat pribadi, menyebabkan frustrasi dan membentuk kepribadian skizofrenia ( Jeffrey, Spencer, Beverly, 2003).
Ahli humanistik juga memandang skizofrenia muncul akibat kurangnya potential space (ruang untuk berkembang) yang sehat untuk mengembangkan diri (Setiadi, 2006).


D. DINAMIKA PADA SKIZOFRENIA

            Skizofrenia merupakan  bagian dari gejala psikotik, dimana  tidak ada hubungan yang mengikat  antara Id, Ego Superego. Dorongan id terus menerus mendesak ingin dipuaskan dan terus menerus menyerang pertahanan ego dan superego, sehingga ego dan superego menjadi terpecah – pecah. Perilaku menjadi terpisah dari kenyataan. Proses berpikir primer dan perilaku yang aneh mendominasi kehidupan sehari-hari. Psikosis dicirikan secara umum oleh gangguan fungsi yang lebih parah, denagn kemunculan perilaku dan proses berfikir yang aneh, dan dengan kesalahan persepsi tentang realitas,seperti waham, halusinasi (mendengar suara atau melihat sesuatu yang tidak ada, pembicaraan menjadi tidak koheren, dan mungkin terdapat postur dan gesture yang aneh. Hal inilah yang terjadi pada orang Skizofrenia, dimana mereka memiliki perilaku  - perilaku yang sudah tidak terkontrol lagi/ infantile. Hal ini ditandai dengan adanya anti sosial pada seorang penderita Skizofrenia terhadap lingkungan sekitarnya, kurangnya aktivitas, timbulnya sikap memberontak, dsb. Super Ego yang ada hilang kontak dengan realita sehingga biasanya terjadi halusinasi, waham dan delusi.

E. SARAN INTERVERENSI

            Mengingat bahwa holding environment sangat diperlukan bagi pasien Skizofrenia untuk dapat merasa sejahtera, berfungsi dengan optimal  dan menghindari kekamguhan, maka penting bagi keluarga untuk mengupyakan holding environment tersebut dengan memecahkan atau mengurangi konflik yang ada di antara mereka dan mempererat relasi keluarga . Seluruh anggota keluarga perlu berperaan serta dalam upaya ini, tidak hanya seorang saja dari keluarga. Upaya untuk membentuk self help group  di antara keluarga – keluarga yang memiliki keluarga pasien Skizofrenia, agaknya merupakan langkah yang positif. Bila diperlukan keluarga juga dapat mencari bantuan professional dari pihak – pihak yang terkait, seperti bidang medis, psikologi, dan kerohanian.
Penanganan pada penderita skizofrenia harus secepat mungkin, karena psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju ke kemunduran mental. Diperkirakan tidak lebih dari 10% pasien skizofrenia yang dapat berfungsi secara baik dengan pendekatan yang hanya menekankan pada obat antipsikotik dan perawatan rumah sakit singkat. Sedangkan 90% sisanya membutuhkan berbagai pendekatan dinamis termasuk farmakoterapi, terapi individu, terapi kelompok, terapi keluarga, dan perawatan rumah sakit dalam penanganan skizofrenia. Oleh karena itu tidak ada pendekatan tertentu yang dapat dikatakan sebagai pengobatan untuk skizofrenia. Semua intervensi yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan unik setiap pasien.

1.      Perawatan rumah sakit
Perawatan di rumah sakit memiliki beberapa tujuan, yaitu menegakkan diagnostik, menstabilkan pengobatan, demi keamanan diri pasien dan orang lain yang mungkin terancam karena perilaku penderita yang kacau dan tidak sesuai, juga karena pasien yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Pada saat perawatan di rumah sakit ini orang tua atau orang yang merawat turut dilibatkan dalam program rehabilitasi, dengan tetap memperhitungkan tingkat keparahan pasien.

2.      Farmakoterapi
Neroleptika dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat pada penderita dengan skizofrenia yang menahun, yang dengan dosis efektif tinggi lebih berfaedah pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat. Pada penderita paranoid trifluoperazin rupanya lebih berhasil. Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3 minggu. Bila masih tetap ada waham dan halusinasi, maka penderita tidak begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih koperatif, mau ikut serta dengan kegiatan lingkungannya dan mau turut terapi kerja. Sesudah gejala-gejala menghilang, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan lagi, jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika serangan skizofrenia itu sudah lebih dari sekali, maka sesudah gejala mereda, obat diberi terus selama 1 atau 2 tahun. Kepada pasien dengan skizofrenia menahun, neroleptika diberi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dengan dosis yang naik turun sesuai dengan keadaan pasien.

3. Terapi koma insulin
Meskipun pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan pada permulaan penyakit, hasilnya memuaskan. Persentasi kesembuhan lebih besar bila dimulai dalam waktu 6 bulan sesudah penderita jatuh sakit. Terapi koma insulin memberi hasil yang baik pada katatonia dan skizofrenia paranoid.

4. Terapi elektro-konvulsif (TEK)
Terapi ini diperkenalkan oleh ugo cerletti dan lucio bini. Seperti juga terapi konvulsif yang lain, cara bekerja elektrokonvulsif belum diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan tetapi terapi ini tidak dapat mencegah serangan yang akan datang. Bila dibandingkan dengan terapi koma insulin, maka dengan TEK lebih sering terjadi serangan ulang. Akan tetapi TEK lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara ambulant, bahaya lebih kurang, lebih murah dan tidak memerlukan tenaga yang khusus seperti pada terapi koma insulin. TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor. Terhadap skizofrenia simpleks efeknya mengecewakan ; bila gejala hanya ringan lalu diberi TEK, kadang-kadang gejala menjadi lebih berat.

5. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisa tidak membawa hasil yang diharapkan, bahkan ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan pada penderita skizofrenia karena justru dapat menambah isolasi dan otisme. Yang dapat membantu penderita ialah psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud untuk mengembalikan penderita ke masyarakat.
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi, karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama. Pemikiran masalah filsafat atau kesenian bebas dalam bentuk melukis bebas atau bermain musik bebas, tidak dianjurkan sebab dapat menambah otisme. Bila dilakukan maka harus ada pemimpin dan ada tujuan yang lebih dahulu ditentukan. Perlu juga diperhatikan lingkungan penderita. Bila mungkin diatur sedemikian rupa sehingga ia tidak mengalami stres terlalu banyak. Bila mungkin sebaiknya ia dikembalikan ke pekerjaan sebelum sakit, dan tergantung pada kesembuhannya apakah tangguna jawabnya dalam pekerjaan itu akan penuh atau tidak.

6. Pendekatan psikososial
Dalam melakukan intervensi psikososial perlu untuk menentukan potensi keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dari suatu pendekatan. Termasuk dalam pendekatan psikososial ini adalah terapi individu, terapi kelompok, terapi keluarga, dll.

a.      Terapi individual
Dapat dilakukan dengan menggunakan terapi psikodinamik, atau Cognitif-Behaviour Therapy (CBT).

b.      Terapi keluarga
Pada terapi ini dapat dilakukan beberapa hal, antar lain :
v  memberikan pendidikan tentang skizofrenia, termasuk simptom dan tanda-tanda kekambuhan.
v  memberikan informasi tentang dan memonitor efek pengobatan dengan antipsikotik.
v  menghindari saling menyalahkan dalam keluarga.
v  meningkatkan komunikasi dan keterampilan penyelesaian masalah dalam keluarga.
v  mendorong pasien dan keluarga untuk mengembangkan kontak sosial mereka, terutama berkaitan dengan jaringan pendukung.
v  meningkatkan harapan bahwa segala sesuatu akan membaik, dan pasien mungkin tidak harus kembali ke rumah sakit.

      c. Terapi kelompok
Pada dasarnya, melalui terapi kelompok pasien skizofrenia diberi pelatihan kemampuan sosial, antara lain bagaimana cara memecahkan masalah sosial.

      d. Pelatihan keterampilan sosial
Terdapat 4 model sosial skills training bagi penderita skizofrenia, yaitu :
*    Basic sosial skills model
*    Sosial problem-solving model
*    Cognitive remediation
*    Vocational rehabilitation

7.  Lobotomi prevontal
Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak berhasil dan bila penderita sangat mengganggu lingkungannya.
      Menurut Davison dan Neale terdapat beberapa catatan penting dalam penanganan pasien gangguan skizofrenia, yaitu :
-     Pasien maupun keluarga harus diberi informasi yang realistik dan ilmiah tentang skizofrenia (misalnya bahwa gangguan ini dapat dikontrol namun mungkin berlangsung seumur hidup). Oleh karenanya, sebagaimana gangguan medis kronis lainnya, medikasi adalah hal yang sangat penting untuk mengontrol dan memungkinkan pasien melakukan aktivitas harian.
-         Medikasi hanyalah salah satu bagian dari pengobatan. Penanganan yang berorientasi keluarga bertujuan mengurangi stress yang dialami pasien setelah keluar dari rumah sakit, yaitu dengan cara mengurangi ekspresi emosi keluarga.
-     Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi sejak dini merupakan hal yang penting dan bermanfaat dalam mempengaruhi perjalanan penyakit skizofrenia selanjutnya. Sehingga pengobatan secara benar (termasuk medikasi dan terapi) dan penyediaan dukungan serta informasi bagi pasien serta keluarga dapat mencegah kekambuhan yang parah di masa mendatang.
Jadi prognosa skizofrenia tidak begitu buruk seperti dikira orang sampai dengan pertengahan abad ini. Lebih-lebih dengan neroleptika, lebih banyak penderita dapat dirawat di luar rumah sakit jiwa dan memang seharusnya demikian. Sedapat-dapatnya penderita harus tinggal di lingkungannya sendiri, harus tetap melakukan hubungan dengan keluarganya untuk memudahkan proses rehabilitasi. Dalam hal ini dokter umum dapat memegang peranan yang penting. Mengingat juga kekurangan ahli kedokteran jiwa di Negara kita. Dokter umum lebih mengenal penderita dengan lingkungannya, keluarganya, rumahnya dan pekerjaannya, sehingga ia lebih dapat menolong penderita hidup terus secara wajar dengan segala suka dukanya.


























LAMPIRAN – LAMPIRAN




 
























Gambar : Suasana di rumah sakit jiwa sewaktu terapi kerja (atas) dan terapi senam (bawah) 


 




Gambar : Seorang penderita skizofrenia yang ditemukan sedang di pasung di bagian belakang rumahnya sudah beberapa tahun lamanya .


Gambar : Sesudah sembuh dari rumah sakit penderita tersebut melukis seseorang penderita yang sedang di rantai di hutan






Gambar : Lukisan dan tulisan seorang penderita pria, 16 tahun dengan Skizofrenia simplex Disini terdapat neologisme dan stereotipi dalam tulisan.



 












DAFTAR PUSTAKA

Arief, I.S. 2006. Skizofrenia; Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung : Refika ADITAMA
Chaplink, J.P. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Rajawali Pers
Davidson, C.G., Neale, M.J., & M. Kring, Ann. 2004. psikologi Abnormal. Jakarta : Rajawali Pers 
Fauziah, F & Widuri, S. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta : UI Press
Hawari, D. 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa. Jakarta : Univeritas Indonesia
Kartono, K. 1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung : MAndar Maju.
Maramis, W.F. 1998. Catatan Ilmu Kedoktern Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press
Maslim, R. 2002. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III. Jakarta
Nevid, J.S., Spencer A.R., & Beverly. G. 2002. Psikologi Abnormal. Jakarta : Penerbit Erlanngga
Wiramihardja, S. A. 2005. Pengntar Psikologi Abnormal. Bandung : Refika ADITAMA