BAB I
SKIZOFRENIA
A. GAMBARAN UMUM
SKIZOFRENIA
Skizofrenia adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu “schizen”
dan “phrenia”. Kata schizen berarti terpisah atau pecah sedangkan kata phrenia
berarti jiwa. Arti dari kata-kata tersebut menjelaskan tentang karakteristik
utama dari gangguan skizofrenia, yaitu adanya pemisahan antara pikiran, emosi,
dan perilaku orang yang mengalaminya.
Gangguan skizofrenia sebenarnya telah dibicarakan sejak ratusan
tahun yang lalu. Beberapa tokoh yang dianggap memberikan sumbangan penting
antara lain Emil Kraepelin dan Eugen Bleuler. Emil kraepelin (1856-1926)
mula-mula menyebut gangguan semacam ini sebagai dementia
precox . Istilah ini menekankan pada proses kognitif tertentu (demensia)
dan onset pada masa awal (precox). Pasien dengan gangguan ini digambarkan
memiliki deteriorasi jangka panjang serta gejala klinis umum berupa halusinasi
dan delusi. Istilah skizofrenia sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939).
Menurut bleuler, orang yang mengalami skizofrenia tidak harus mengalami
deteriorasi. Selain itu, bleuler juga mengidentifikasi Bleuler simtom dasar
dari skizofrenia, yang dikenal sebagai 4A: Asosiasi, Afek, Autisme, dan
ambivalensi.
B. TEORI – TEORI TENTANG
SKIZOFRENIA (ETIOLOGI)
Berikut ini adalah
beberapa teori tentang etiologi dari gangguan skizofrenia:
1. Model Diatesis Stress
Teori ini mengintegrasikan faktor
biologis, psikososial, dan lingkungan. Beranggapan seseorang mungkin memiliki
kerentanan spesifik (diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh
stress, akan memungkinkan berkembangnya simtom skizofrenia.
2. Sudut Pandang Biologis
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia
ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai saat ini
belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu
dengan munculnya simtom skizofrenia.
3. Keturunan
Dapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang juga
menentukan timbulnya skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur.
Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8% ; bagi saudara kandung 7-15%
; bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16% ; bila
kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68% ; bagi kembar dua telur (heterozigot)
2-15% ; bagi kembar satu telur (monozigot) 61-68%. Tetapi pengaruh keturunan
tidak sederhana seperti hukum-hukum Mendel. Potensi untuk untuk mendapatkan
skizofrenia diturunkan melalui gene yang resesif, potensi ini mungkin kuat,
mungkin juga lemah. Selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu, apakah
akan terjadi skizofrenia atau tidak.
4. Endokrin
Dahulu diperkirakan skizofrenia mungkin disebabkan oleh
suatu gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan berhubungan dengan sering
timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan dan waktu
klimakterium. Namun hal ini tidak dapat dibuktikan.
5. Metabolisme
Ada
orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh suatu gangguan
metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat.
Nafsu makan berkurang dan berat badan menurun, namun hipotesa ini tidak
dibenarkan oleh banyak sarjana.
6. Susunan saraf pusat
Ada yang
mencari penyebab skizofrenia kearah kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada
diensefalon atau korteks otak.
7. Teori Adolf Mayor
Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah, sebab dari
dahulu hingga sekarang para sarjana tidak dapat menemukan kelainan
patologis-anatomis atau fisiologis yang khas pada susunan saraf. Menurut mayer
skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi. Karena itu
timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang itu menjauhkan
diri dari kenyataan.
8. Teori Sigmund Freud
Bila kita memakai formula freud maka pada
skizofrenia terdapat:
kelemahan ego, yang dapat
timbul karena penyebab. psikogenik ataupun somatik.
superego dikesampingkan
sehingga tidak bertenaga lagi dan id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi
ke fase narsisisme.
kehilangan kapasitas untuk
pemindahan sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
9. Eugen Bleuler
Ia berpendapat bahwa pada
skizofrenia tidak terdapat demensia, tetapi keinginan dan pikiran berlawanan,
terdapat suatu disharmonisasi.
10. Teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat Disebabkan
oleh berbagai hal, antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi,
tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosa otak dan
penyakit lain yang belum diketahui.
11. Teori yang berpendapat
bahwa skizofrenia suatu gangguan psikosomatik, Gejala-gejala
pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar yang psikogenik, atau
manifestasisomatik dari gangguan psikogenik.
C. KRITERIA DIAGNOSTIK
Menurut DSM IV (Diagnostik and Statistical Manual of Mental
Disorder), terdapat 6 hal yang harus diperhatikan, antara lain kriteria A
sampai F.
Kriteria A : Harus mencakup 2 atau lebih simtom yang
disebutkan, atau 1 simtom jika halusinasi atau delusi sangat menonjol,
setidaknya dalam waktu 1 bulan.
Kriteria
B : Adanya disfungsi sosial atau pekerjaan.
Kriteria C
: Durasinya 6 bulan atau lebih.
Kriteria D
:
Gangguan bukan termasuk gangguan psikoafektif maupun gangguan mood.
Kriteria E :
Bukan
karena penyalahgunaan zat / obat atau kondisi medis tertentu.
Kriteria
F : Memperhatikan ada tidaknya gangguan
perkembangan pervasive.
D. SYMPTOM
- SYMPTOM
Davison
dan Neale menyatakan bahwa secara umum karakteristik simtom skizofrenia
dapat digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu :
a.
Simtom Positif
Adalah tanda-tanda yang berlebihan, yang
biasanya pada orang kebanyakan tidak ada, namun pada pasien skizofrenia justru
muncul. Yang termasuk dalam simtom positif antara lain delusi/waham dan
halusinasi. Delusi adalah keyakinan
yang keliru, yang tetap dipertahankan sekalipun dihadapkan dengan cukup bukti
tantang kekeliruannya, dan tidak serasi dengan latar belakang pendidikan dan sosial
budaya orang yang bersangkutan. Sedangkan Halusinasi
adalah pengahayatan yang dialami melalui panca indra, dan terjadi tanpa
adanya stimulus eksternal. Dalam hal hal ini halusinasi berbeda dengan ilusi,
dimana pada ilusi yang terjadi adalah kesalahan dalam mempersepsi stimulus yang
nyata.
b.
Simtom Negatif
Adalah simtom yang defisit, yaitu
perilaku yang seharusnya dimiliki orang normal, namun tidak dimunculkan oleh
pasien. Yang termasuk dalam simtom ini adalah avolition/apathy, alogia,
anhedonia, abulia, asosialitas, afek datar, dll.
c.
Simtom Lainnya
Kategori ini adalah disorganisasi,
antara lain perilaku yang aneh. Misalnya “katatonia”
dimana pasien menampilkan perilaku tertentu berulang-ulang, menampilkan pose
tubuh yang aneh, dll. Atau “waxy flexibility” dimana
orang lain dapat memutar atau membentuk posisi tertentu dari anggota badan
pasien, yang akan dipertahankan untuk waktu yang lama. Juga terdapat
disorganisasi pembicaraan, yaitu masalah dalam mengorganisasi ide dan
pembicaraan sehingga orang lain mengerti . Misalnya inkoherensi, dll.
E. GEJALA-GEJALA SKIZOFRENIA
Gejala-gejala
menurut Bleuler dibagi menjadi 2 kelompok:
I. Gejala-gejala primer
1. Gangguan proses pikiran
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada
proses pikiran. Yang yang terganggu terutama ialah asosiasi. kadang-kadang satu
ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain. Tidak jarang juga
digunakan arti simbolik, atau terdapat “Clang
association” karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan yang tertentu.
Semua ini menyebabkan bahwa jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak
dapat diikuti dan dimengerti, hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran
mudah dibelokan dan hal ini menambah inkoherensinya. Seseorang dengan
skizofrenia juga mempunyai kecenderungan untuk menyamakan hal-hal.
Kadang-kadang pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini
dinamakan “bloking”, biasanya berlangsung
beberapa detik saja, namun terkadang hal ini berlangsung sampai beberapa hari. Ada penderita yang
mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir, timbul
ide-id yang tidak dikehendaki. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan
olehnya dinamakan perseverasi atau stereotipi pikiran.
2. Gangguan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia dapat berupa :
- kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting). Misalnya pasien menjadi acuh tak
acuh terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri, perasaan halus sudah
hilang.
- parathimi : apa yang seharusnya
menimbulkan rasa senang dan gembira, para penderita imbul rasa sedih atau
marah.
- paramimi : penderita merasa senang dan
gembira, akan tetapi ia menangis.
- kadang-kadang emosi
dan afek serta expresinya tidak mempunyai kesatuan. Umpamanya sesudah membunuh
anaknya penderita menangis berhari-hari, tapi mulutnya tertawa. Semua ini
merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia.
- emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan
seperti dibuat-buat. Penderita terlihat sedang bermain sandiwara.
- yang penting juga pada skizofrenia ialah
hilangnya kemampuannya untuk mengadakan hubungan emosi yang baik. Karena itu
sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita.
- Karena terpecah-belahnya kepribadian,
maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama. Misalnya mencintai
dan membenci satu orang yang sama atau menangis dan tertawa tentang satu hal
yang sama.
3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai
kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat
bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan
itu tidak jelas atau tepat. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak
perlu diterangkan. Kadang-kadang penderita melamun berhasi-hari lamanya, bahkan
berbulan-bulan. Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor
katatonik. Adapula negativisme yaitu
sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan.
Juga ambivalensi kemauan yaitu
menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama. Jadi sebelum suatu
perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
4. Otisme
Penderita merasa kemauannya dipengaruhi orang
lain atau oleh tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
Namun penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar, ia seakan-akan hidup
dalam dunianya sendiri, tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya.
II. Gejala-gejala sekunder
1. Waham
Pada skizofrenia waham sering tidak logis
sama sekali dan sangat besar. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan
untuk dia wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh
siapapun.sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan. Mayer-Gross
membagi waham dalam 2 kelompok, yaitu waham primer dan waham sekunder. Waham
primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar.
Hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Waham sekunder biasanya logis
kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk
menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain.
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi muncul tanpa
penurunan kesadaran dan hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak
dijumpai pada keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia ialah halusinasi
pendengaran (oditif
atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau
siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik),
halusinasi citarasa (gustatorik) atau
haluisnasi singgungan (taktil). Halusinasi
penglihatan agak jarang pada skizifrenia, lebih sering pada psikosa akut yang
berhubungan dengan sindroma otak organik. Bila terdapat biasanya pada stadium
permulaan.
3. Gejala katatonik atau
gangguan psikomotorik lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan
gangguan kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat
gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku. Penderita dalam keadaan
stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung
berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bahkan bertahun-tahun lamanya
pada skizofrenia yang sudah menahun. Mungkin penderita mutistik, mutisme dapat disebabkan oleh waham,
ada sesuatu yang melarang ia berbicara. Mungkin juga karena sikapnya yang negativistik
atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali
sehingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi. Sebaliknya tidak jarang
penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus bergerak
saja dan sangat gelisah. Bila penderita terus bicara saja, maka keadaan ini
dinamakan logorea. Kadang-kadang
penderita menggunakan atau membuat kata yang baru. Berulang-ulang melakukan
suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi.
Misalnya menarik-narik rambutnya. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari
sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi. Hal ini
sering juga terdapat pada gangguan otak organik. Manerimisme adalah stereotipi
yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk raut wajahnya atau
keanehan berjalan dan gaya.
F. JENIS-JENIS SKIZOFRENIA
Pembagian skizofrenia menurut kraepelin menjadi
beberapa jenis, masih dipakai hingga sekarang. Penderita digolongkan kedalam
salah satu jenis menurut gejala utama yang ada padanya. Pembagiannya adalah
sebagai berikut :
1.
Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa
pubertas. Gejala utama pada jenis simplex ialah kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham
dan halusinasi jarang sekali didapati. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan
sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya
dan mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam
pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi penganggur, dan bila tidak ada
orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur atau penjahat.
2. Jenis hebefrenik (skizofrenia hebefrenik atau
hebefrenia)
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut
dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang
menyolok ialah : gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya
depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada hebefrenia. Waham
dan halusinasi banyak sekali.
3.
Jenis katatonik
(skizofrenia katatonik atau katatonia)
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30
tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin
terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
a. Stupor
katatonik : pada stupor katatonik penderita tidak menunjukkan perhatian
sama sekali terhadap lingkungannya dan emosinya sangat dangkal. Gejala yang
penting ialah gejala psikomotor seperti :
mutisme, kadang-kadang dengan
mata tertutup
muka tanpa mimic, seperti
topeng.
-stupor, penderita tidak
bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari, bahkan kadang-kadang
sampai beberapa bulan.
bila diganti posisinya
penderita menentang : negativisme.
makanan ditolak, air ludah
tidak ditelan sehingga terkumpul didalam mulut dan meleleh keluar, air seni dan
feses ditahan.
terdapat grimas dan katalepsi.
Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita
keluar dari keadaan stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak.
b. Gaduh-gelisah katatonik : terdapat
hiperaktivitas motorik, tetapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan
tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Penderita terus berbicara atau
bergerak saja. Ia menunjukkan stereotipi, manerisme, grimas dan neologisme. Ia
tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin terjadi dehidrasi
atau kolaps dan kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih
bila terdapat juga penyakit badaniah: jantung, paru-paru, dan sebagainya).
Seorang pasien yang mulai membaik dari skizofrenia jenis gaduh-gelisah
katatonik berulang-ulang minta dipulangkan dari rumah sakit. Pikiran ini
diutarakannya melalui berbagai macam cara sehingga sudah merupakan perseverasi.
4. Jenis
paranoid
Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis
yang lain dalam jalannya penyakit. Hebefrenia dan katatonia sering
lama-kelamaan menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simpleks, atau
gejala-gejala hebefrenia dan katatonia bercampuran. Tidak demikian halnya
dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstant. Gejala-gejala yang
menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan
halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses
berpikir, gangguan afek, emosi dan kemauan.jenis skizofrenia ini sering mulai
sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut.
Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan schizoid. Mereka
mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang
lain.
5. Episoda Skizofrenia Akut
Gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien
seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini
timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya
seakan-akan mempunyai arti yang khusus baginya (disebut keadaan oneiroid). Prognosanya baik, dalam waktu beberapa
minggu atau biasanya kurang dari 6 bulan penderita sudah baik. Kadang-kadang
bila kesadaran yang berkabut tadi hilang, maka timbul gejala-gejala salah satu
jenis skizofrenia yang khas.
6. Skizofrenia Residual
Skizofrenia jenis ini adalah keadaan skizofrenia dengan
gejala-gejala primernya bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala
sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.
7. Jenis skizo-afektif
(skizofrenia skizo-afektif)
Disamping gejala-gejala skizofrenia terdapat menonjol
secara bersamaan juga gejala-gejala depresi (skizo-depresi)
atau gejala-gejala mania (skizo-manik). Jenis
ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul lagi
serangan.
BAB II
ANALISIS KASUS
- ILUSTRASI KASUS
Beberapa contoh kasus berikut ini sebagai ilustrasi yang sering
dijumpai dan paling banyak berdasarkan pengalaman klinis dalam praktek sehari –
hari. Ilustrasi kasus yang dimaksudkan adalah antara lain : episode akut
Skizofrenia (Skizofrniform), Skizofrenia tipe
Paranoid, Skizofrenia tipe Residual. Sebagaimana diketahui gangguan jiwa
Skizofrenia termasuk dalam gangguan jiwa berat (Psikosis)
yang ditandai oleh 2 hal yaitu daya nilai realitas (reality
testing ability/RTA) tidak baik, dan daya nilai pemahaman diri (insight) buruk. Sedangkan criteria Skizofrenianya itu
sendiri ditandai dengan terdapatnya gejala- gejala positif maupun negative,
misalnya terdapat waham, halusinasi, kekacauan pikiran, kegaduh gelisahan,
kecurigaan , penarikan diri dan alam perasaan yang miskin (tumpul/mendatar
/tidak ekspresif)
1.
Episode Akut Skizofrenia
Penderita adalah seorang remaja laki – laki berusia 16
tahun, dibawa berobat oleh kedua orang tuanya yang menceritakan adanya kelainan
pada diri anaknya. Selanjutnya dikemukakan bahwa kelainan itu mulai muncul
secara tiba – tiba kira – kira tiga minggu yang lalu sepulangnya dari ujian
Ebtanas. Penderita menunjukkan kegaduh – gelisahan, kebingungan, bicaranya
kacau (melantur) disertai dengan gejolak emosional (marah – marah) dan
bertindak agresif serta tidak dapat tidur.
Pada pemeriksaan psikiatrik penderita
nampak tegang, kontak psikik tidak wajar (inadequate).
Wawancara dengan dokter (psikiater)
“tidak nyambung” dalam arti apa yang ditanya tidak dijawab dengan semestinya
(jawabannya menyimpang). Dibantu oleh keluarga yang mengantar pada penderita
terdapat keluhan – keluhan seperti mendengar bisikan – bisikan suara
ditelinganya (halusinasi), merasa ada “orang
lain” yang masuk dalam tubuhnya dan mengajak berbicara (penderita sering
berbicara sendiri) dan ada sesuatu perasaan yang mengendalikan dirinya. Kondisi
kejiwaan pasien sebelum sakit tidak menunjukkan gejala – gejala kepribadin
pramorbid.
Dari hasil pemeriksaan psikiatrik
dapat disimpulkan bahwa stressor psikososial yang dialami penderita adalah
masalah ulangan /ujian yang berturut – turut dialaminya yang menghabiskan
energi kognitif dan mental emosional. Ulangan atau ujian yang dimaksud adalah
ulangan umum, ulangan pra Ebta, dan puncaknya Ebtanas, sehingga penderita
mengalami kelelahan fisik maupun mental (physical and
mental exhaustion)yang pada gilirannya penderita mengalami gangguan jiwa
(mental breakdown). Perjalanan penyakit lebih
dari 2 minggu (kurang dari 6 bulan), secara klinis memenuhi kreiteria gangguan
jiwa Skizofrenia, timbulnya penyakit sifat akut (mendadak); dan karenanya dapat
digolongkan dalam gangguan episode akut Skizofrenia atau Skizofreniform.
Tetapi yang diberikan adalah
psikofarmaka yang berkhasiat untuk positif Skizofrenia dan membuat penderita
dapat tidur. Dalam kondisi seperti ini tekanan terapi utama pada terapi obat (psikofarmaka), sedangkan psikoterapi, psikoreligius
terapi dan terapi psikososial diberikan kemudian sesudah fase kritis (akut) tadi dilampaui (setelah 2 minggu kemudian) .
Setelah menjalani terapi selama 1 bulan, penderita dapat pulih kembali seperti
sediakala dan melnjutkan sekolahnya.
B. SYMPTOM - SYMPTOM
Adapun gejala – gejala yang sering timbul pada penderita
Skizofrenia jenis ini, yaitu :
a.
Gejala Skizofrenia timbul
mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
b.
Kesadarannya mungkin berkabut.
Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan – akan dunia luar maupun dirinya
sendiri berubah, semuanya seakan – akan mempunyai suatu arti yang khusus
baginya (disebut keadaan oneiroid).
c.
Tipe kelompok ini gambaran
klinisnya cenderung untuk timbul dan hilang (resolution)
secara segera (Akut).
d.
Prognosanya baik dalam waktu
beberapa minggu atau biasanya kurang dari 6 bulan penderita sudah baik.
2.
Skizofrenia Tipe Paranoid
Penderita adalah seorang laki – laki
berumur 35 tahun sudah berkeluarga dan dikaruniai seorang anak. Penderita dibawa berobat oleh
isterinya dengan bujukan karena semula penderita tidak mau dibawa ke dokter (psikiater)
karena merasa dirinya tidak gila. Sebelum dibawa berobat ke dokter oleh kedua
orang tuanya penderita dibawa ke “orang pintar”
(pengobatan alternative) namun setelah 3 bulan
“diobati” oleh “orang
pintar” tersebut tidak membawa perubahan bahkan bertambah parah,
akhirnya kedua orangtua penderita mengizinkan anaknya berobat ke dokter oleh
isterinya. Penderita sudah menderita
sakit sejak 3 tahun yang lalu, perjalanan penyakitnya berjalan lamban sehingga
pihak keluarga kurang menyadari adanya keanehan – keanehan pada diri penderita.
Sehingga, akhirnya mencapai puncaknya penderita menunjukkan gejala – gejala
antara lain : adanya keyakinan bahwa dirinya terancam karena diguna – guna
orang, mendengar bisikan – bisikan ditelinganya yang berisi ancaman, merasa di
kamarnya ada alat monitor dan perekam suara sehingga pikiran dan tingkah
lakunya dapat di ketahui orang lain, dan dirinya merasa dikendalikan dari luar.
Pada pemeriksaan psikiatrik penderita
menunjukkan ekspresi yang berubah – ubah suatu saat tegang, pada saat lain
biasa saja dan terkadang tertawa dan bicara sendiri tanpa dapat dimengerti .
Pada penderita ditemukan adanya wham kejaraan (delusion
of persecution), keyakinan diguna – guna orang, keyakinan semua pikiran
dan perilakunya dikendalikan dan dimonitor. Gejala – gejala atau keluhan –
keluhan tersebut membuat penderita merasa cemas, ketakutan dan marah – marah
tak menentu yang menunjukkan gejala – gejala positif Skizofrenia. Dengan adanya waham kejaraan
tersebut di atas, maka diagnosa penyakit penderita dapat digolongkan dalam
gangguan jiwa Skizofrenia tipe Paranoid.
Terapi pada penderita dalam kondisi
seperti tersebut di atas diutamakan pemakaian obat anti Skizofrenia (Psikofarma) yang dapat menghilangkan kegelisahan,
waham dan halusinasi. Dalam waktu 3 minggu gejala – gejala tersebut secara
bertahap hilang, dan setelah penderita menyadari bahwa dirinya sakit (daya
nilai realitas dan pemahaman diri baik) barulah diberikan terapi lainnya sepeti
psikoterapi, psikoreligius terapi, terapi psikososial, sehingga yang
bersangkutan dapat pulih dan kembali bekerja setelah menjalani program terapi
selama 3 bulan.
B. SYMPTOM - SYMPTOM
Adapun gejala – gejala yang sering timbul pada penderita
Skizofrenia jenis Paranoid ini yaitu :
a.
Jenis ini sering mulai sesudah
umur 30 tahun.
b.
Mereka mudah tersinggung, suka
menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain.
c.
Adanya waham – waham dan
halusinasi yang terus berganti coraknya dan tidak teratur antara lain :
Suara – suara halusinasi yang
mengancam pasien atau memberi perintah atau halusinasi auditorik tanpa bentuk
verbal berupa bunyi pluit, mendengung atau bunyi tawa.
Halusinasi pembauan atau
pengecapan rasa atau bersifat seksual atau lain – lain perasaan tubuh,
halusinasi visual mungkin ada tapi
jarang menonjol.
Waham dapat beupa hampir setiap
jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar
– kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.
d.
Adanya gangguan proses
berfikir, gangguan afek, emosi dan kemauan.
e.
Sering merasa iri hati, cemburu
dan curiga.
f.
Umumnya emosinya beku, dan
mereka sangat apatis.
g.
Pasien tampaknya lebih waras
tidak sangat ganjil aneh jika dibandingkan dengan penderita Skizofrenia jenis
lainnya. Akan tetapi pada umumnya bersikap sangat bermusuhan terhadap siapa pun
juga.
h.
Merasa dirinya penting, dan
sering sangat fanatik atau religius secara berlebih – lebihan sekali.
3.
Skizofrenia Tipe Residual
Penderita adalah seorang wanita
berusia 35 tahun sudah berkeluarga dan memiliki 3 orang anak. Penderita di
bawah ke dokter oleh suaminya dengan keluhan isterinya selama 5 tahun terakhir
ini amat malas, apatik, acuh tak acuh, tidak mampu mengerjakan urusan rumah
tangga, mengurus anak dan melayani suami. Suami penderita menceritakan bahwa
pada awalnya sepulangnya dari ziarah ke makam orang tuanya diluar kota,
penderita menunjukkan perilaku aneh seperti marah – marah tanpa alasan,
kebingungan, merasa diguna – guna, ada suara
- suara bisikan di telinga, tidak dapat tidur, bicara kacau dan
terkadang tersenyum dan tertawa sendiri.
Penderita dibawa oleh suaminya ke dukun untuk diobati, dan dikatakan
oleh dukun bahwa dia diguna-gunai orang. Sebenarnya yang hendak diguna – guna
adalah dirinya (suami), tetapi ternyata mengenai istrerinya. Menurut suami
pertolongan oleh dukun itu hasilnya yaitu isteri tidak lagi menunjukkan gejala
– gejala yang dapat digolongkan sebagai gejala – gejala positif Skizofrenia.
Namun ternyata gejala – gejala yang timbul dalam 4 tahun terakhir ini seperti
yang dikeluhkan oleh suami mengenai alasan membawa isterinya ke dokter atas
nasehat tetangganya.
Pada pemeriksaan psikiatrik penderita
tidak menunjukkan ekspresi yang wajar, alam perasaan tumpul dan mendatar serta
tidak serasi (inappropriate). Ternyata
penderita lebih suka menarik diri dari pergaulan sosial dan mengurung diri
dalam kamar saja (withdrown), melamun (daydreaming), tersenyum dan tertawa sendiri, isi
pikirannya tidak logis dan jalan pikirannya tidak menentu (melantur) serta
tidak merawat diri (enggan mandi dan berdandan). Meskipun penderita tidak
menunjukkan tingkah laku yang mengganggu seperti pada awal penyakitnya itu
muncul (5 tahun yang lalu), tetapi kondisi penderita saat ini seperti yang
dikeluhkan oleh suami, yaitu malas, apatis, acuh tak acuh, tidak merawat diri,
tidak mau mengurus anak, rumah tangga dan suaminya. Dengan demikian pada
penderita terdapat hendaya (impairment) yang
nyata dalam fungsi peran sebagai isteri, ibu rumah tangga dan ibu dari anak –
anaknya. Dari hasil pemeriksaan psikiatrik tersebut dapat disimpulkan bahwa
kondisi penderita saat ini adalah gangguan jiwa Skizofrenia Tipe Residual.
Terapi psikiatrik yang diberikan diutamakan pada
pemberian obat anti Skizofrenia (Psikofarma) yang berkhasiat menghilangkan
gejala – gejala sisa Skizofrenia (Residual)
sehingga penderita kembali menjadi aktif
dan peduli terhadap fungsinya sebagai isteri, ibu rumah tangga dan ibu
dari anak – anaknya. Terapi yang diberikan memakan waktu relatif lama yaitu
selama 3 bulan, selain obat diberikan juga psikoterapi, psikoreligius terapi
dan psikososial.
B. SYMPTOM - SYMPTOM
Adapun gejala – gejala yang sering timbul pada penderita
Skizofrenia jenis ini, yaitu :
a.
Gejala “negative” dari
Skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun,
afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas
atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi
muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh, perawatan diri serta
kinerja sosial yang buruk.
b.
Sedikitnya ada riwayat atau
episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk
diagnosis Skizofrenia.
c.
Sedikitnya sudah melampui
kurung waktu satu tahun dimana intensits dan frekuensi gejala yang nyata
seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul
sindrom “negatif” dari Skizofrenia.
d. Tidak terdapat dimensia atau penyakit gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disibilitas
negative tersebut.
4.
Skizofrenia Katatonik
Ishak adalah anak ke 4 dari 7 bersaudara dan merupakan
satu – satunya anak laki-laki. Kehidupan keluarganya sangat berkecukupan di kota P. Ayahnya bekerja
sebagai PNS dan memiliki figure yang fragmatis dan dekat pada dunia kesenangan.
Sedangkan ibunya sangat menjunjung nilai – nilai keagamaan.
Ketika ishak
berusia 10 tahun, mereka pindah kekota J. keadaan keluarganya mulai menurun.
Ayah Ishak tidak mendapat pekerjaan sehingga ibu Ishak yang menjadi tulang
punggung keluarga. Konflik dalam keluarga Ishak mulai muncul, ayah dan ibu Ishak
selalu terlibat dalam pertengkaran. Ishak sebenarnya menyayangi teman
wanitanya, tetapi dia tidak yakin apakah teman wanitanya juga menyayanginya,. Itulah
sebabnya, hubunganya selalu berakhir dengan singkat.
Sejak kulaih, Ishak
semakin tertarik dengan kekuatan gaib. Dia pernah memasang susuk di tengkuknya,
untuk memperoleh kekuatan supranatural. Setelah di D.O, ia semakin suka membaca
alkitab dan berpuasa untuk mendapatkan hal gaib. Sejak itu, tingkah laku dan
cara bicaranya sulit dipahami. Namun keluarganya menganggap hal tersebut
merupakan hal yang wajar.
Dua tahun setelah di D.O, Ishak membantu
ayahnya dikota M, untuk menyiapkan lahan membangun kafe. Dimalam hari, ia
bekerja sangat keras. Menurut ayahnya keluarga Ishak sangat luar biasa, bahkan
batu besarpun bisa digeser seorang diri. Ketika ditanya, bagaimana ia bisa
memindahkan batu sebesar itu, Ishak menjawab “karena bantuan Tuhan”.
Di rumah ia tidak
mau mandi dan sering tidur di atas genteng. Ia memakan segala hal yang ada
seperti kecoa, kabel, baut, mur dan menyimpan kotoranya di balik genteng.
Pernah ia mendengar yang menyuruhnya untuk memakan kotorannya sendiri, tapi
tidak dilakukannya. Ia sering berjalan tanpa arah dan sering kali membawa
pulang sampah yang dianggap berharga dan mempunyai nilai religius.
Gambar : Seorang penderita dengan
skizofrenia jenis substupor katatonik, yang menunjukkan gejala katalepsi
Bicaranya semakin
kacau, muncul waham dan halusinasi yang pada umumnya berbau keagamaan. Pada
umumnya, ia mengakui dirinya sebagai perwujudan kekuatan ilahi, seperti
malaikat, maha kuasa, dapat mewujudkan keinginan secara gaib, ia juga mengaku
mendapat berbagai penglihatan dan pendengaran yang berasal dari ilahi.
C. PENDEKATAN – PENDEKATAN PSIKOLOGI TERHADAP
SKIZOFRENIA
1. Pendekatan Psikoanalitik & Psikodinamika
a)
Pendekatan Psikoanalitik
Freud (1942) beranggapan bahwa
Skizofrenia atau hasil dari fiksasi
perkembangan dan merupakan konflik antar ego dan dunia luar sehingga ego kehilangan
kemampuannya membedakan antara realita
dan yang bukan realita dan mempengaruhi kontrol terhadap dorongan dari dalam
seperti agresi (Wirmihardja, 2005). Ego
defect ini memberikan kontribusi terhadap munculnya symptom Skizofrenia (Fauzia & Widuri, 2005).
b) Pendekatan Psikodinamika
Pandangan psikodinamika lebih memetingkan
hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus.
Susan Nolen – Hoeksema (2004) menyatakan bahwa berbagai stress keluarga dapat menyebabkan
Skizofrenia. (Wirmihardja, 2005)
Mengapa seseorang jatuh sakit (Menderita Skizofrenia) sementara orang lain
tidak secara umum dan sederhana kejadian tersebut dapat diterangkan dengan
rumus :
I + S = R
Keterangan :
I = Individu,
yaitu seseorang yang sudah mempunyai bakat – bakat tertentu kepribadian yang
rentan (vurnerable personality) ataupun faktor genetik yang kesemuanya itu
merupakan faktor predisposisi yaitu
kecendrungan untuk menjadi sakit.
S = Situasi,
yaitu suatu kondisi yang menjadi tekanan mental bagi individu yang bersangkutan
misalnya stressor psikososial
R =
Reaksi, yaitu respon dari individu
yang bersangkutan setelah mengalami situasi yang tidak mengenakkan (tekanan
mental) sehingga ia mengalami frustasi yang pada gilirannya menjadi jatuh
sakit.
Mekanisme terjadinya Skizofrenia pada diri seseorang dari sudut
psikodinamik dapat diterangkan dengan dua buah teori ; yaitu teori
homeostatic-deskriktif (Descriptive-homeostatic)
dan fasilitatif etiologic (etiological facilitative).
Dalam teori homeostatic-deskriptif, diuraikan gambaran gejala –
gejala (deskripsi)
dari suatu gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan (balance) atau homeostatic pada diri seseorang,
sebelum dan sesudah terjadinya gangguan jiwa tersebut.
Sebagai contoh misalnya Eugen Bleurer (1911) menguraikan
gejala – gejala Skizofrenia itu dalam 2 bagian yang disebut gejala primer dan
sekunder. Selanjutnya dicoba menjelaskan mengapa dan bagaimana gejala – gejala
Skizofrenia itu bisa muncul di dalam suatu system homeostatic. Contoh lain
misalnya apa yang dikemukakan oleh Sigmund Freud (1923), yang
menyatakan bahwa gangguan jiwa paranoid merupakan jelmaan dari proyeksi laten
dan pembalikan dari dorongan – dorongan homoseksual.
Dalam teori fasilitatif-etiologik, diuraikan faktor – faktor yang
memudahkan (fasilitasi) penyebab (etiologi) suatu penyakit itu muncul, bagaimana
perjalanan penyakitnya dan menjelaskan mekanisme psikologis dari penyakit yang
bersangkutan. Sebagai contoh misalnya
menurut Melanie Klein (1926), bahwa
skizofrenia muncul karena terjadi fiksasi pada fase paranoid schizoid pada
perkembangan awal masa bayi. Teori lain menyatakan bahwa pada penderita
Skizofrenia memang sudah terdapat faktor psikogenik sebelumnya.
Selanjutnya menurut teori Freud suatu gangguan jiwa muncul akibat
terjadinya konflik internal (dunia dalam) pada diri seseorang yang tidak dapat
beradaptasi dengan dunia luar. Sebagaimana diketahui bahwa pada setiap diri
terdapat 3 unsur psikologik yaitu yang dinamakan dengan istilah Id, Ego, dan
Super-Ego. Menurut teori Freud ini Id dalah bahagian dari jiwa seseorng berupa
dorongn atau nafsu yang sudah ada sejak manusia dilahirkan yang memerlukan
pemenuhan dan pemuasan segera. Unsur Id ini sifatnya vital sebagai suatu
mekanisme pertahanan diri, sebagai contoh misalnya dorongan atau nafsu makan,
minum, seksual, agresivitas dan sejenisnya. Unsur Super Ego sifatnya sebagai “badan penyesor”, memiliki nilai – nilai moral
etika yang membedakan mana yang boleh mana yang tidak, mana yang baik mana yang
buruk, mana yang halal mana yang haram dan sejenisnya; atau dengan kata lain
merupakan “hati nurani” manusia. Sedangkan unsur
Ego merupakan “badan pelaksana” yang
menjalankan kebutuhan Id setelah “disensor”
dahulu oleh Super Ego.
2. Pendekatan Behavioristik
Ahli behaviorisme
menjelaskan symptom – symptom Skizofrenia sebagai sesuatu yang dibangun atau
dikembangkan melalui operang conditioning.
Kebanyakan Skizofrenia disebabkan ketika masa kanak – kanaknya, mereka belajar
dari model yang buruk seperti mengimitasi orang tua dengan masalah emosionl
yang signifikan (Fauziah & Widuri, 2005) Orang – orang Skizofrenia umumnya tidak dapat
melakukan tindakan – tindakan adaptif dalam merespon stimulus sosial karena
pengasuhan yang tidak kuat atau lingkungan yang secara ekstrim tidak lazim. (Wiramihrdja, 2005).
Teori behaviorisme
mengenai bagaimana Skizofrenia berkembang belum teruji dan belum dapat
diterima. Namun teknik – teknik behaviorisme dapat membantu orang – orang Skizofrenia
untuk mempelajari lebih banyak cara – cara yang secara sosial dapat diterima
& berinteraksi dengan orang lain.
3. Pendekatan Kognitif
Ahli Kognitif
berpendapat bahwa symptom – symptom seperti delusi dibangun oleh orang
skizofrenia untuk menjelaskan persepsi dan pengalaman aneh yang timbul akibat
terjadinya penurunan (deficit) secara
fundamental dalam persepsi dan atensi orang Skizofrenia tersebut. Sebagai
contoh, seseorang yang mendengar suara – suara aneh mengkomunikasikan hal ini
kepada anggota keluarganya. Anggota keluarganya mungkin tidak percaya sehingga menjauhinya.
Akhirnya orang dengan Skizofrenia tersebut menjadi percaya bahwa kekuatan asing
telah berkonspirasi bersama anggota keluarganya melawan dia dan lahirlah system
kepercayaan yang benar – benar paranoid pada dirinya. (Wiramihardja,
2005)
4.
Pendekatan Humanistik
Ahli humanistik berpendapat bahwa skizofernia muncul akibat dari
konsep tentang self yang terganggu. Jika seseorang ingin mempertahankan self
–esteem tetapi tidak berjalan sesuai dengan lingkungannya, ia akan
mengembangkan self – concept atau pandangan tentang diri mereka yang
terdistorsi dan menjadi orang asing bagi
diri yang sesungguhnya. Di bawah kondisi seperti ini, seseorang tidak dapat
mempersepsikan nilai – nilai tahu bakat – bakat pribadi, menyebabkan frustrasi
dan membentuk kepribadian skizofrenia ( Jeffrey,
Spencer, Beverly, 2003).
Ahli humanistik juga memandang skizofrenia muncul akibat
kurangnya potential space (ruang untuk berkembang) yang sehat untuk
mengembangkan diri (Setiadi, 2006).
D. DINAMIKA PADA
SKIZOFRENIA
Skizofrenia
merupakan bagian dari gejala psikotik,
dimana tidak ada hubungan yang
mengikat antara Id, Ego Superego.
Dorongan id terus menerus mendesak ingin dipuaskan dan terus menerus menyerang
pertahanan ego dan superego, sehingga ego dan superego menjadi terpecah –
pecah. Perilaku menjadi terpisah dari kenyataan. Proses berpikir primer dan
perilaku yang aneh mendominasi kehidupan sehari-hari. Psikosis dicirikan secara
umum oleh gangguan fungsi yang lebih parah, denagn kemunculan perilaku dan
proses berfikir yang aneh, dan dengan kesalahan persepsi tentang
realitas,seperti waham, halusinasi (mendengar suara atau melihat sesuatu yang
tidak ada, pembicaraan menjadi tidak koheren, dan mungkin terdapat postur dan
gesture yang aneh. Hal inilah yang terjadi pada orang Skizofrenia, dimana
mereka memiliki perilaku - perilaku yang
sudah tidak terkontrol lagi/ infantile.
Hal ini ditandai dengan adanya anti sosial pada seorang penderita Skizofrenia
terhadap lingkungan sekitarnya, kurangnya aktivitas, timbulnya sikap
memberontak, dsb. Super Ego yang ada hilang kontak dengan realita sehingga
biasanya terjadi halusinasi, waham dan delusi.
E. SARAN INTERVERENSI
Mengingat bahwa holding environment sangat diperlukan bagi pasien
Skizofrenia untuk dapat merasa sejahtera, berfungsi dengan optimal dan menghindari kekamguhan, maka penting bagi
keluarga untuk mengupyakan holding environment tersebut dengan memecahkan atau
mengurangi konflik yang ada di antara mereka dan mempererat relasi keluarga .
Seluruh anggota keluarga perlu berperaan serta dalam upaya ini, tidak hanya seorang
saja dari keluarga. Upaya untuk membentuk self help
group di antara keluarga –
keluarga yang memiliki keluarga pasien Skizofrenia, agaknya merupakan langkah
yang positif. Bila diperlukan keluarga juga dapat mencari bantuan professional
dari pihak – pihak yang terkait, seperti bidang medis, psikologi, dan
kerohanian.
Penanganan pada penderita skizofrenia harus secepat mungkin, karena
psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita
menuju ke kemunduran mental. Diperkirakan tidak lebih dari 10% pasien
skizofrenia yang dapat berfungsi secara baik dengan pendekatan yang hanya
menekankan pada obat antipsikotik dan perawatan rumah sakit singkat. Sedangkan
90% sisanya membutuhkan berbagai pendekatan dinamis termasuk farmakoterapi,
terapi individu, terapi kelompok, terapi keluarga, dan perawatan rumah sakit
dalam penanganan skizofrenia. Oleh karena itu tidak ada pendekatan tertentu
yang dapat dikatakan sebagai pengobatan untuk skizofrenia. Semua intervensi
yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan unik setiap pasien.
1.
Perawatan rumah sakit
Perawatan di rumah sakit memiliki beberapa tujuan, yaitu
menegakkan diagnostik, menstabilkan pengobatan, demi keamanan diri pasien dan
orang lain yang mungkin terancam karena perilaku penderita yang kacau dan tidak
sesuai, juga karena pasien yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya sendiri. Pada saat perawatan di rumah sakit ini orang tua atau orang
yang merawat turut dilibatkan dalam program rehabilitasi, dengan tetap
memperhitungkan tingkat keparahan pasien.
2.
Farmakoterapi
Neroleptika dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat
pada penderita dengan skizofrenia yang menahun, yang dengan dosis efektif
tinggi lebih berfaedah pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat. Pada
penderita paranoid trifluoperazin rupanya lebih berhasil. Dengan fenotiazin
biasanya waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3 minggu. Bila masih tetap
ada waham dan halusinasi, maka penderita tidak begitu terpengaruh lagi dan
menjadi lebih koperatif, mau ikut serta dengan kegiatan lingkungannya dan mau
turut terapi kerja. Sesudah gejala-gejala menghilang, maka dosis dipertahankan
selama beberapa bulan lagi, jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika
serangan skizofrenia itu sudah lebih dari sekali, maka sesudah gejala mereda,
obat diberi terus selama 1 atau 2 tahun. Kepada pasien dengan skizofrenia
menahun, neroleptika diberi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya
dengan dosis yang naik turun sesuai dengan keadaan pasien.
3. Terapi koma insulin
Meskipun pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan
pada permulaan penyakit, hasilnya memuaskan. Persentasi kesembuhan lebih besar
bila dimulai dalam waktu 6 bulan sesudah penderita jatuh sakit. Terapi koma
insulin memberi hasil yang baik pada katatonia dan skizofrenia paranoid.
4. Terapi elektro-konvulsif
(TEK)
Terapi ini diperkenalkan oleh ugo cerletti dan lucio
bini. Seperti juga terapi konvulsif yang lain, cara bekerja elektrokonvulsif
belum diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat
memperpendek serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan
tetapi terapi ini tidak dapat mencegah serangan yang akan datang. Bila
dibandingkan dengan terapi koma insulin, maka dengan TEK lebih sering terjadi
serangan ulang. Akan tetapi TEK lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara
ambulant, bahaya lebih kurang, lebih murah dan tidak memerlukan tenaga yang
khusus seperti pada terapi koma insulin. TEK baik hasilnya pada jenis katatonik
terutama stupor. Terhadap skizofrenia simpleks efeknya mengecewakan ; bila
gejala hanya ringan lalu diberi TEK, kadang-kadang gejala menjadi lebih berat.
5. Psikoterapi dan
rehabilitasi
Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisa
tidak membawa hasil yang diharapkan, bahkan ada yang berpendapat tidak boleh
dilakukan pada penderita skizofrenia karena justru dapat menambah isolasi dan
otisme. Yang dapat membantu penderita ialah psikoterapi suportif individual
atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud untuk mengembalikan
penderita ke masyarakat.
Terapi kerja baik sekali untuk
mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi, karena bila ia
menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama. Pemikiran masalah filsafat atau
kesenian bebas dalam bentuk melukis bebas atau bermain musik bebas, tidak
dianjurkan sebab dapat menambah otisme. Bila dilakukan maka harus ada pemimpin
dan ada tujuan yang lebih dahulu ditentukan. Perlu juga diperhatikan lingkungan
penderita. Bila mungkin diatur sedemikian rupa sehingga ia tidak mengalami
stres terlalu banyak. Bila mungkin sebaiknya ia dikembalikan ke pekerjaan
sebelum sakit, dan tergantung pada kesembuhannya apakah tangguna jawabnya dalam
pekerjaan itu akan penuh atau tidak.
6. Pendekatan psikososial
Dalam melakukan intervensi psikososial
perlu untuk menentukan potensi keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dari
suatu pendekatan. Termasuk dalam pendekatan psikososial ini adalah terapi
individu, terapi kelompok, terapi keluarga, dll.
a.
Terapi individual
Dapat dilakukan dengan menggunakan terapi
psikodinamik, atau Cognitif-Behaviour Therapy (CBT).
b.
Terapi keluarga
Pada terapi ini dapat dilakukan beberapa hal,
antar lain :
v memberikan pendidikan tentang skizofrenia, termasuk simptom dan
tanda-tanda kekambuhan.
v memberikan informasi tentang dan memonitor efek pengobatan dengan
antipsikotik.
v menghindari saling menyalahkan dalam keluarga.
v meningkatkan komunikasi dan keterampilan penyelesaian masalah dalam
keluarga.
v mendorong pasien dan keluarga untuk mengembangkan kontak sosial
mereka, terutama berkaitan dengan jaringan pendukung.
v meningkatkan harapan bahwa segala sesuatu akan membaik, dan pasien
mungkin tidak harus kembali ke rumah sakit.
c. Terapi kelompok
Pada dasarnya, melalui terapi kelompok pasien
skizofrenia diberi pelatihan kemampuan sosial, antara lain bagaimana cara
memecahkan masalah sosial.
d. Pelatihan keterampilan sosial
Terdapat 4 model sosial skills training bagi
penderita skizofrenia, yaitu :
Basic sosial skills model
Sosial problem-solving model
Cognitive remediation
Vocational rehabilitation
7. Lobotomi prevontal
Dapat dilakukan bila terapi lain secara
intensif tidak berhasil dan bila penderita sangat mengganggu lingkungannya.
Menurut
Davison dan Neale terdapat beberapa catatan penting dalam penanganan pasien
gangguan skizofrenia, yaitu :
- Pasien
maupun keluarga harus diberi informasi yang realistik dan ilmiah tentang
skizofrenia (misalnya bahwa gangguan ini dapat dikontrol namun mungkin
berlangsung seumur hidup). Oleh karenanya, sebagaimana gangguan medis kronis lainnya,
medikasi adalah hal yang sangat penting untuk mengontrol dan memungkinkan
pasien melakukan aktivitas harian.
-
Medikasi hanyalah salah satu
bagian dari pengobatan. Penanganan yang berorientasi keluarga bertujuan
mengurangi stress yang dialami pasien setelah keluar dari rumah sakit, yaitu
dengan cara mengurangi ekspresi emosi keluarga.
- Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi sejak dini
merupakan hal yang penting dan bermanfaat dalam mempengaruhi perjalanan
penyakit skizofrenia selanjutnya. Sehingga pengobatan secara benar (termasuk
medikasi dan terapi) dan penyediaan dukungan serta informasi bagi pasien serta
keluarga dapat mencegah kekambuhan yang parah di masa mendatang.
Jadi prognosa skizofrenia tidak begitu buruk seperti dikira orang
sampai dengan pertengahan abad ini. Lebih-lebih dengan neroleptika, lebih
banyak penderita dapat dirawat di luar rumah sakit jiwa dan memang seharusnya
demikian. Sedapat-dapatnya penderita harus tinggal di lingkungannya sendiri,
harus tetap melakukan hubungan dengan keluarganya untuk memudahkan proses
rehabilitasi. Dalam hal ini dokter umum dapat memegang peranan yang penting.
Mengingat juga kekurangan ahli kedokteran jiwa di Negara kita. Dokter umum
lebih mengenal penderita dengan lingkungannya, keluarganya, rumahnya dan
pekerjaannya, sehingga ia lebih dapat menolong penderita hidup terus secara
wajar dengan segala suka dukanya.
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Gambar
: Suasana di rumah sakit jiwa
sewaktu terapi kerja (atas) dan terapi senam (bawah)
Gambar :
Seorang penderita skizofrenia
yang ditemukan sedang di pasung di bagian belakang rumahnya sudah beberapa
tahun lamanya .
Gambar : Sesudah sembuh dari rumah sakit penderita
tersebut melukis seseorang penderita yang sedang di rantai di hutan
Gambar : Lukisan
dan tulisan seorang penderita pria, 16 tahun dengan Skizofrenia simplex Disini
terdapat neologisme dan stereotipi dalam tulisan.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, I.S. 2006. Skizofrenia;
Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung
: Refika ADITAMA
Chaplink, J.P. 2004. Kamus Lengkap
Psikologi. Jakarta
: Rajawali Pers
Davidson, C.G., Neale, M.J., &
M. Kring, Ann. 2004. psikologi Abnormal. Jakarta
: Rajawali Pers
Fauziah, F & Widuri, S. 2005.
Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta
: UI Press
Hawari, D. 2001. Pendekatan Holistik
Pada Gangguan Jiwa. Jakarta
: Univeritas Indonesia
Kartono, K. 1989. Psikologi Abnormal
dan Abnormalitas Seksual. Bandung
: MAndar Maju.
Maramis, W.F. 1998. Catatan Ilmu Kedoktern
Jiwa. Surabaya
: Airlangga University Press
Maslim, R. 2002. Pedoman
Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III. Jakarta
Nevid, J.S., Spencer A.R., & Beverly. G. 2002.
Psikologi Abnormal. Jakarta
: Penerbit Erlanngga
Wiramihardja, S. A. 2005. Pengntar
Psikologi Abnormal. Bandung
: Refika ADITAMA